Kurangi Antrean Jemaah, Dirjen PHU Inginkan Reformulasi Tata Kelola Haji yang Proporsional

Bandung (PHU) —- Antrean panjang Jemaah Haji Indonesia akan diatur agar dapat menjadi lebih proporsional mengingat masih belum meratanya jumlah pendaftar dan keberangkatan Jemaah Haji di beberapa wilayah. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Hilman Latief saat sesi materi pertama dalam Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1444H/2023M di Bandung, Kamis (7/9/2023).

“Dalam Undang-Undang, landasan kita dalam menentukan kuota, berdasarkan penduduk muslim terbanyak 1 permil, Jawa Barat sebagai provinsi dengan penduduk muslim terbanyak yaitu mencapai 53 juta dengan pendaftar sekitar 770 ribuan orang, ada juga Jawa Tengah yang berpenduduk 30 juta dengan pendaftar mencapai 830 ribu orang, kemudian Jawa Timur yang berpenduduk 40 juta orang pendaftarnya sekitar 1,2 juta. Dari segi jumlah ini kita bisa melihat kira-kira proporsional yang mana. Antrean yang panjang ini mau kita bikin pola semacam apa agar menjadi lebih proporsional,” jelas Hilman.

Ia menilai reformulasi layanan haji kedepannya penting dilakukan agar jumlah Jemaah Haji yang berangkat dan kapasitas yang disediakan dapat menjadi lebih proporsional.

“Landasan kedua adalah berdasarkan pendaftar atau jumlah antreannya. Jumlah jemaah yang berangkat banyak, namun kapasitas yang dimiliki segitu-gitu aja, ini yang juga perlu mitigasi. Hal-hal seperti ini juga yang ingin kita reformulasi kedepannya berdasarkan regulasi-regulasi yang sudah ada,” pungkas Hilman.

Persyaratan Jemaah Haji yang berhak berangkat juga akan ditinjau ulang. Menurut Hilman, masih banyak jemaah yang tidak menjalankan ibadah hajinya di Tanah Suci dengan baik dan benar.

“Ini masukan dari banyak pihak, bahwa kita perlu meninjau ulang jemaah yang berangkat ke Tanah Suci. Mereka harus betul-betul bisa melaksanakan ibadah hajinya dengan penuh kesadaran, tidak hanya hadir secara fisik,” tegas Hilman.

“Oleh karena itu, istitha’ah ini kita jadikan rujukan agar jemaah dapat memiliki kemandirian dan ketahanan sendiri,” harapnya lagi.

Hilman juga menekankan pendalaman Fikih Taysir yang memberikan kemudahan-kemudahan dalam berhaji, terutama bagi para Jemaah Haji lansia dan risti (risiko tinggi).

“Fikih Taysir ini perlu didalami untuk memberikan kemudahan-kemudahan dalam berhaji yang lebih praktis bagi Jemaah Haji, terutama yang lansia dan juga risti. Alhamdulillah tahun ini kita telah melaksanakan safari wukuf untuk jemaah lansia dan risti,” terang Hilman.

Sinergi dengan FK KBIHU dinilai penting, terutama dalam merumuskan skenario layanan di Armuzna. “Skenario di Muzdalifah yang secara praktis dilakukan seperti apa, seperti simulasi transportasi di Muzdalifah, proses loading dan unloading jemaah. Ini harus melibatkan FK KBIHU juga,” tandas Hilman.

Diketahui Indonesia telah menerima kuota resmi dari Pemerintah Arab Saudi sebanyak 221.000. Jumlah ini sama dengan kuota normal yang diterima pada operasional haji tahun 1443 H/2023 M.

Bagikan :