Jakarta (PHU) — Perbaikan tata kelola al-hadyu (dam) untuk Jemaah Haji Indonesia menjadi salah satu isu besar yang dibahas dalam kegiatan Bahtsul Masail Perhajian Indonesia Tahun 2023 yang digelar Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama di Jakarta, Rabu (4/10/2023).
Diketahui sebagian besar jemaah dan petugas haji Indonesia melaksanakan haji Tamattu’ (umrah dulu, baru berhaji), sehingga diwajibkan membayar dam atau denda berupa menyembelih hewan. Pada penyelenggaraan ibadah haji 1444H/2023M, untuk pertama kalinya pembayaran dam para petugas haji dilakukan secara kolektif dan pendistribusian dagingnya dikirimkan ke Indonesia. Hal ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan dampak kemaslahatan yang besar bagi Jemaah Haji Indonesia.
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU, Abdul Moqsith Ghazali, mengatakan bahwa penyembelihan dan distribusi dam tamattu’ di luar Tanah Haram memiliki argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan. “Di sisi penyembelihan di luar Tanah Haram sendiri mengikuti pendapat Muqabilul Adzhar mazhab Syafi’i, dan di sisi distribusi di luar Tanah Haram mengikuti mazhab Hanafi,” terang Moqsith.
Perkara talfiq (menggabungkan dua/lebih pendapat madzhab berbeda dalam satu ibadah) seperti ini, menurut Moqsith, memiliki dua permasalahan utama, yaitu:
- Penyembelihan dam tamattu’ di Tanah Haram dan distribusinya di Indonesia. Menurut mazhab Syafi’i tidak diperbolehkan; sedangkan menurut mazhab Hanafi diperbolehkan dengan syarat tidak disembelih sebelum Ayyamun Nahr (10, 11, 12 Dzulhijjah).
- Penyembelihan dam tamattu’ sekaligus distribusinya di Indonesia. Hukumnya tidak diperbolehkan, kecuali dengan cara menyembelih dam tamattu’ di luar Tanah Haram mengikuti pendapat Muqabilul Adzhar mazhab Syafi’i, dan mendistribusikannya di luar Tanah Haram mengikuti mazhab Hanafi.
Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Endang Mintarja. Ia menukil pendapat dari Ath-Thabari yang mengatakan bahwa hadyu atau dam boleh disembelih di mana saja. “Kecuali dam atau hadyu haji qiran dan denda karena membunuh hewan buruan (dalam kondisi ihram). Alasan yang dikemukakan beliau (Ath-Thabari –red) adalah bahwa keduanya tidak boleh disembelih kecuali di Tanah Haram (Mekkah),” jelas Endang.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Kepala Subdirektorat Bimbingan Jemaah Haji (Bimjah) Ditjen PHU Khalilurrahman. Ia meyakini kegiatan Bahtsul Masail kali ini dapat menambah khazanah pengetahuan bagi masyarakat luas.
“Beberapa isu yang dibahas oleh narasumber dan peserta kegiatan dapat menambah khazanah pengetahuan, bukan hanya bagi kita, namun juga masyarakat, dimana hasil diskusi ini nantinya juga akan kita publikasikan untuk pencerahan sekaligus sosialisasi kepada Jemaah Haji Indonesia bagaimana ke depan, khususnya terkait dengan perbaikan tata kelola daging hadyu yang setiap tahunnya dilaksanakan di Arab Saudi oleh Jemaah Haji Indonesia,” tandas Khalilurrahman.
Bahtsul Masail Perhajian Indonesia Tahun 2023 akan berlangsung selama 3 (tiga) hari dari tanggal 4 s.d. 6 Oktober 2023 di Hotel Horison Ultima Menteng, Jakarta Pusat. Beberapa isu besar dalam penyelenggaraan ibadah haji Indonesia akan dibahas dengan menghadirkan sejumlah narasumber dari ahli fikih dan syariah, perwakilan ormas Islam, serta ahli kesehatan. Nantinya kegiatan Bahtsul Masail Perhajian Indonesia Tahun 2023 ini akan menjadi bahan diskusi para ulama dan pakar pada kegiatan Mudzakarah Perhajian 2023 dan rekomendasi hasil mudzakarah untuk perbaikan penyelenggaraan haji ke depan.