Bekasi (PHU)—Penyelenggaraan Haji tahun 1444H/2023M baru saja usai dilaksanakan. Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) sudah muai langsung menyiapkan musim haji tabun 1445H/2024M, namun ada beberapa catatan yang perlu dijadikan bahan rumusan evaluasi dałam rangka penyiapan musim haji tahun 2024 mendatang.
“ini merupakan sebagai bahan evaluasi layanan akomodasi, konsumsi dan transportasi darat, sehingga perlu dilakukan perumusan evaluasi pelayanan dalam rangka untuk kesiapan musim haji tahun 2024 mendatang,” kata Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Kemenag Subhan Cholid saat memberikan sambutan Evaluasi Layanan Ibadah Haji di Arab Saudi yang berlangsung di Bekasi. Rabu (30/8/2023).
Menurut Subhan, ada beberapa catatan yang menjadi rumusan dalam evaluasi haji tahun ini antara lain yang terkait dengan layanan akomodasi, konsumsi dan transportasi darat.
Terkait layanan akomodasi, penyiapan akomodasi dimulai dari konfigurasi sampai penempatan jemaahnya dihotel-hotel. Subhan mengatakan, sistem akomodasi untuk jemaah haji Indonesia selama berada di Makkah menggunakan sistem sewa full musim. Sementara di Madinah, sistem akomodasinya menggunakan tiga skema, yaitu sewa satu musim, sewa semi musim, dan bloking time.
“Kemudian di Madinah, ada gedung yang bisa kita sewa dalam semi musim yaitu tanggal 4 Dzulqodah sampai dengan tanggal 30 Dzulqodah, paling banyak hanya bisa ditempati 2 kali itupun masih menyisakan space waktu , kalau itu kita sewa semi musim harus kita bayar, tapi kalau blocking time begitu ada delay (keterlambatan) saat jemaah cek in hotel, yang belakang tidak bisa ikut mundur sehingga harus mencarikan tempat lagi kalau mau Arba’in, kecuali kalau Arba’in nya tidak penting bagi jemaah, begitu habis kontraknya langsung berangkat saja ke Makkah,” jelasnya.
Untuk layanan konsumsi, pihaknya telah menyiapkan 66 kali makan untuk jemaah haji selama berada di Makkah. Paket konsumsi itu dibagikan tiga kali sehari sejak awal kedatangan jemaah haji di Kota Kelahiran Nabi Muhammad Saw. Ia mengatakan, rata-rata layanan katering bagi jemaah selama tinggal di Makkah berlangsung dalam rentang 22 hari. Namun, ada fase di mana layanan katering jemaah di Makkah akan berhenti sementara.
“Menjelang dan setelah puncak haji, layanan katering di Makkah akan berhenti sementara. Tepatnya, pada 7 Zulhijjah serta 14 dan 15 Zulhijjah 1444 H,” kata Subhan.
Dijelaskan Subhan, penghentian sementara layanan katering pada tanggal-tanggal tersebut dikarenakan kondisi di Makkah sudah sangat padat (crowded). Jemaah dari seluruh dunia sudah berada di Makkah. Sehingga sering terjadi kemacetan dan itu tidak memungkinkan dilakukan proses distribusi katering.
“Maka saya minta pokoknya hanya 3 hari, jangan sampai ada yang 4 hari dan kita carikan skema supaya hari yang crowded itu jemaah bisa mendapatkan layanan konsumsi,” harapnya.
Tahun ini, lanjut Subhan, Kemenag sendiri telah membahas berbagai kemungkinan agar makanan sap saji dapat dikonsumsi jemaah haji pada kondisi dihentikannya layanan katering pada 3 hari tersebut. “Tahun lalu sudah kita bahas detail dari awal sampai akhir makanan siap saji apa belum berhasil di tahun ini mudah-mudahan tahun depan sudah bisa berhasil tidak ada lagi hari-hari yang tidak dapat makan,” tegasnya.
Terkait dengan transportasi, yang pertama adalah Fast Track (Tariq Makkah) di Bandara Madinah dan Jeddah. Setibanya débandera tersebut, banyak jemaah yang mengeluhkan tidak diberikan kesempatan untuk mengambil wudhu bahkan ke toilet serta mereka tidak dikoordinir di dalam satu rombongan siapa yang datang duluan masuk bus.
“Artinya itu sudah menjadi kebijakan bahkan kita sudah minya berkali-kali fast tracknya diperluas dengan berbagai resiko tempo hari yang dikeluhkan adalah lamanya antre di bandara sekarang sudah diberi cepat masih protes lagi,” ujarnya.
Ia juga meminta Pemerintah Arab Saudi untuk memberikan ruang kepada jemaah haji Indonesia untuk ke toliet, apalagi dengan banyaknya jemaah lansia dan yang terkena penyakit yang mengharuskan mereka untuk pergi ke toilet. “Ini juga menjadi bagian dari upaya kita nanti untuk mempertimbangkan agar Arab Saudi memberi ruang kepada jemaah setelah terbang 9-10 jam dapat memberikan waktu 30 menit cukuplah dengan jumlah toilet, dengan banyaknya lansia bentuk kebutuhan untuk ke belakang itu juga semakin banyak, kemudian kalau sudah kena penyakit tertentu dia harus ke belakang,” jelas Subhan.
Layanan Masyair
Angkutan Masyair (Arafah, Muzdalifah dan Mina) sendiri kata Subhan, skema dalam 10 tahun terakhir adalah antara lain Makkah ke Arafah, setiap maktab diberikan alokasi angkutan 21 bus, Arafah ke Muzdalifah itu menjadi 7 bus, Muzdalifah ke Mina itu 5 bus dan Mina ke Makkah kembali ke 21 bus.
Subhan mengakui, pada saat opersional di Masyair, pengawasan bus-bus mula diperketat, Dirinya lantas mempertanyakan apa betul bahwa maktab sudah mengalokasikan 21 bus?. Ini yang harus dimitigasi oleh Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) agar segern menyiapkan petugas checker yang khusus menangani ini dan meningkatkan koordinasi dengan para maktab agar di dalam mengoperasikan angkutan Masyair itu lebih manusiawi.
“Dalam arti tidak teriak-teriak lalu kemudian berdiri dan lain sebagainya, kalau berdiri masih wajar, kalau jemaah merasakan itu jadi merasa terteror derngan prilaku maktab,” terangnya.
Turut hadir sebagai pembicara, Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes yang diwakili dr. Imran, Kasatop Armuzna yang juga Kasubdit Binroh dan Bintal Kolonel (Laut) Harun Ar-Rasyid dan diikuti 50 peserta yang terdiri dari ASN dilingkungan Ditjen PHU, Kementerian Perhubungan serta Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.